Jumat, 19 Juli 2013

Proyek Nyiber Generasi Cyber *



Edisi baru proyek Wayang Cyber. Memberi suntikan digital drawing, video mapping, dan efek 3D pada platform multimedia performance terdahulu. Durasi lebih panjang dan lebih nyiber.

Dewi Sukesi mengandung bayi dari benih Resi Wisrawa. Prabu Danapati, putra Wisrawa, tidak terima. Ia merasa dikhianati ayahnya sendiri. Semula, yang ingin mempersunting Sukesi adalah Danapati. Sedangkan Wisrawa hanya bertindak sebagai duta Danapati untuk melamar Sukesi. Tapi garis nasib pewayangan telah dituliskan. Wisrawa-lah yang mempersunting Sukesi. Alhasil, perkelahian antara ayah dan anak itu tidak terelakkan.

Perkelahian itu digambarkan dengan adegan wayang orang yang beradu fisik di tengah entakan musik tekno, ambience audial yang diproduksi oleh perkakas teknologi dan pameran gambar-gambar yang kaya warna. Saat Wisrawa tumbang --yang disusul dengan tewasnya Sukesi-- bunyi musik kian bingar, kasar dan chaos. Warna merah mendominasi layar. Sejurus kemudian, nongol kolase dua dimensi berwujud bayi-bayi bergelantungan. Tragedi itu menandai kelahiran Dasamuka, bersama segudang kebenciannya.

Petikan cerita dari epik Ramayana berjudul "Kelahiran Dasamuka" itu dibawakan sekelompok seniman muda yang menamakan pertunjukannya sebagai "Wayang Cyber". Dalam durasi 45 menit, lakon itu dibawakan di Auditorium Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudi, Bandung, Senin malam 3 Juni lalu. Pertunjukan itu juga menandai proyek peluncuran kembali (relaunching) Wayang Cyber setelah delapan tahun vakum.

Dalam lakon "Kelahiran Dasamuka" ini, penonton tidak disuguhi wujud tokoh-tokoh pewayangan yang selama ini dikenal dalam format pertunjukan wayang konvensional, kecuali gunungan. Sejumlah tokoh diperankan manusia dengan teknik wayang orang. Tapi, ya itu, mereka hadir nyeleneh dengan membawa antena televisi portable dan pedang-pedangan. Kesamaan ciri lainnya, semua adegan dilakukan di balik layar, sehingga penonton hanya menyaksikan bayang-bayang.

Selebihnya, penonton disuguhi permainan cahaya, grafis, video, dan atribut-atribut audial yang biasa muncul dalam proses pengolahan data oleh komputer. Sosok-sosok non-manusia diwakili oleh kolase material dua dimensi (bayangkan bentuknya seperti wayang kulit) yang dimainkan Rifky M. Isa selaku dalang.

Misalnya, sosok Dasamuka alias Rahwana adalah kolase potongan-potongan halaman majalah dan surat kabar. Setelah disusun, kolase itu kemudian dipindai dan dicetak dalam ukuran 10 sentimeter. Bentuknya sangat rumit, seperti robot yang terbuat dari banyak campuran barang bekas, tetapi tangannya bisa digerakkan sebagaimana wayang kulit.

Setiap babak dalam lakon ''Kelahiran Dasamuka'' diawali dengan narasi. Narasi itu bisa menjadi ''penerjemah'' bagi plot pertunjukan yang cenderung abstrak. Narasi lakon diambil dari komik wayang karya maestro R.A. Kosasih.

Pentolan proyek "Relaunching Wayang Cyber", Rizky Zakariya, menyebut Wayang Cyber sebagai ekspresi seni media baru yang lahir dari eksperimen seni rupa. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI angkatan 2009 ini mengakui, lakon ''Kelahiran Dasamuka'' edisi Wayang Cyber merupakan ekspresi lanjutan Wayang Cyber yang digarap seniornya pada era 2001-2005. ''Ekspresi seni rupa yang dipertunjukkan,'' ujar Rizky.

Sejak inisiasi itu diperkenalkan pada 2001, modus wayang kontemporer ini dibuat sebagai perpaduan antara "wayang konvensional" dan berbagai disiplin seni rupa, seperti seni lukis, kolase, instalasi, hingga video art. Plus gabungan eksplorasi bunyi dan gerak tubuh. Semua kemungkinan media baru itu digabungkan sebagai pertunjukan bingar yang kadang juga diklaim sebagai multimedia performance art.

Salah seorang pendiri Wayang Cyber, Dida Ibrahim, menuturkan bahwa pada 2001, ketika proyek ini digarap, kebebasan informasi sedang tumbuh pesat, didukung dengan perkembangan teknologi informasi. Informasi yang bisa diakses publik begitu deras. Semangat konsumtif juga makin menguat. ''Kami ingin menampilkan wacana konsumerisme dan begitu derasnya pencitraan-pencitraan,'' kata Dida.

Penggagas Wayang Cyber ketika itu, menurut Dida, adalah anak-anak muda yang gandrung dan menjadi bagian dari ekspresi digital, seperti internet, game online, dan scanner. Dida menyebutnya sebagai generasi cyber.

Sebagai penerus, ada sejumlah unsur baru yang ditampilkan dalam Wayang Cyber edisi 2013 ini. Misalnya praktek digital drawing atau paint tablet yang lahir dari kebiasaan mahasiswa saat ini yang menggunakan tablet atau laptop untuk menggambar. Hal baru lainnya, penggunaan proyektor dua layar yang memproduksi tampilan laksana video mapping. Dan satu lagi, teknologi layar dibuat dengan sentuhan 3D. ''Jadi, bisa lebih nyiber-lah,'' kata Rizky.

Lakon "Kelahiran Dasamuka" ini dipersiapkan dan digarap selama satu tahun oleh sembilan mahasiswa UPI, bekerja sama dengan tiga orang dari kelompok Gianiati Performance yang berperan sebagai wayang orang. Dana produksinya yang kira-kira mencapai Rp 3 juta bersumber dari dana patungan antar-seniman yang terlibat. "Gotong royong," tutur Rizky.

Tradisi Wayang Cyber ini, menurut "dalang" Rifky, harus terus berlanjut untuk meramaikan seni kontemporer. Barangkali seperti Dasamuka, dengan cap antagonisnya, yang mesti ada dan diberi porsi sebagai tokoh utama demi meneguhkan sisi kepahlawanan Rama. "Tidak ada superhero tanpa kehadiran penjahat," ujar Rifky.

Bambang Sulistiyo, dan Iman Herdiana (Bandung)

* http://wap.gatra.com/2013-06-10/majalah/artikel.php?pil=23&id=154370

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...